FEMINIST
INTERNATIONAL RELATIONS
Feminisme adalah suatu studi yang memandang tentang
perempuan dan pergerakan perempuan bukan sebagai obyek dari ilmu pengetahuan,
melainkan sebagai subjeknya. Teori feminisme merupakan teori sebagai upaya atas
kritikan terhadap studi laki-laki untuk mentransformasikan tekanan struktural,
dimulai dari pengalaman tekanan sebagai perempuan. Feminisme merupakan sebuah
gerakan wanita yang menuntut kesamaan dan kesetaraan hak dan keadilan antara laki-laki
dan perempuan karena kaum perempuan merasa dirugikan, dimarginalkan dan di nomor
duakan dalam segala bidang kehidupan. Feminisme muncul untuk mendobrak
kesubordinatan wanita dibawah. Feminisme dalam bahasa sederhana adalah “tidak
hanya menyangkut persoalan perempuan ataupun sekedar menambahkan perempuan
kedalam konstruksi laki-laki (male
construction), melainkan menyangkut pandangan kita terhadap politik global
dalam melihat isu gender dan perempuan.
Asumsi dasar kaum feminis, menurut Steans adalah: (1)
Kaum feminis tidak menganggap human
nature sebagai hal yang immutable
atau abadi; percaya bahwa manusia adalah makhluk rasional, tetapi juga bahwa kapasitas
manusia berkembang melalui proses pendidikan dan menganggap human nature sebagai yang dibedakan atau
konstruksi sosial. (2) Dari perspektif feminis, kita tidak dapat membuat
perbedaan yang jelas antara ‘fakta’ dan ‘nilai’. (3) Ada hubungan erat antara knowledge dan power. (4) memiliki tujuan emansipasi dan ‘pembebasan’ perempuan.
Lebih lanjut, Feminisme berargumen bahwa perempuan harus dimasukkan dalam
bidang kehidupan publik yang sebelumnya menolak adanya perempuan.
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh gerakan feminisme :
- Tercapai kesamaan hak dan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai manusia bebas, baik dalam dunia publik maupun privat.
- Penghapusan segala perbedaan gender dalam masyarakat.
- Kebebasan individu untuk memilih dan memutuskan sesuai keinginan dan aspirasinya.
Sejarah
perkembangan feminisme dapat dibagi menjadi tiga gelombang. Gelombang pertama terjadi pada abad
ke-19 hingga awal abad ke-20. Pada gelombang pertama, perjuangan yang dilakukan
ialah agar perempuan mendapatkan kesempatan yang sama dalam
bidang politik, misalnya dapat mengikuti pemilihan umum. Gelombang kedua
terjadi sekitar tahun 1960-an hingga 1970-an.
Pada gelombang kedua ini perjuangan perempuan mendapat kesetaraan dalam bidang pekerjaan. Hingga
pada tahun 1990an hingga sekarang ini terjadi gelombang ketiga feminisme dimana kesetaraan dalam ras dan warna
kulit diupayakan Jill Steans mengusulkan perubahan konsepsi gender dengan tidak
lagi berkutat pada isu perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang sifatnya
dikotomis tapi lebih melihat relasi gender (gender
relations) antar keduanya. Lebih jelasnya, Connell kemudian
mendefinisikan gender sebagai ”a matter
of the social relations within which individuals and groups act.” Steans
juga mengartikan gender sebagai ”ideological
and material relations” yang eksis diantara laki-laki dan perempuan. Kedua
definisi ini menunjukkan bahwa konsepsi relasi gender tidak hanya mencerminkan
hubungan personal dan sosial tapi juga hubungan kekuasaan dan simbolik.
Konsep relasi
gender, yang mengandung unsur kekuasaan dan simbolisasi, pada akhirnya
mempengaruhi kompleksitas isu gender dalam studi dan praktek hubungan
internasional. Manifestasi kedua unsur tersebut tidak hanya berupa material,
tapi juga non material sehingga meningkatkan signifikansi perspektif gender
dalam memahami politik internasional. Unsur kekuasaan dan simbolisasi dalam
relasi gender yang bersifat non material dapat berupa diskursus teori dan
paradigma dalam bahasa tertulis atau tidak tertulis. Dalam konteks ini, melihat
isu relasi gender dalam hubungan internasional menjadi penting karena hubungan
internasional sebagai suatu studi bertanggung jawab dalam ”the production of knowledge and discourse.” Ketika berbicara
mengenai feminisme, hal yang perlu diingat adalah bahwa istilah feminisme dan
maskulinisme harus dibedakan ke dalam ranah gender dan bukan sebagai
klasifikasi seks. Pada dasarnya, gender merupakan konsep budaya yang diberikan
seseorang karena ia terlahir dengan jenis kelamin tertentu. Sebagai akibat dari
suatu proses kebudayaan, maka seringkali terdapat perbedaan perlakuan antara
laki-laki dengan perempuan dalam peranan sehari-hari, yang kemudian menjadi
stereotype tertentu di dalam masyarakat.
Perspektif
feminisme muncul pada sekitar tahun 1970-an Kaum
feminis memandang bahwa power sendiri
merupakan sebuah kemampuan power yang
melebihi power aktor lain, politik
internasional sebagai negasi dari politik domestik, dan mengangkat tema-tema soft politics dalam studi Hubungan
Internasional.
Perspektif ini
mulai muncul pada tahun 1980-an dan diperdebatkan di forum terbuka
penstudi hubungan internasional, di mana dalam forum tersebut kaum feminis
mengutarakan pendapatnya tentang posisi dalam hubungan internasional. Selain
itu, feminism juga hadir sebagai kritik esensi hubungan internasional yang
dianggap bersifat
gender bias. Gender bias yang dimaksudkan disini ialah ketika terdapat
perlakuan yang tidak sama dalam aspek pekerjaan ataupun sektor publik yang
hanya bias dan mendukung gender tertentu dan mendiskriminasi gender lainnya. Dalam
perkembangannya, kaum feminis meyakini bahwa peranan wanita yang termarjinalkan
merupakan wujud dari konstruksi sosial yang dogmatis. Lebih jauh lagi, Fakta
mengenai marjinalisasi kaum wanita pada dasarnya berkaitan erat dengan nilai
yang diyakini masyarakat bahwa pria cenderung bersifat maskulin. Nilai
maskulinitas itulah yang kemudian berkembang begitu masif dan diyakini oleh
kaum feminis sebagai gagasan subjektif para pembuat teori dengan kepemilikan
otoritas di bawah perlindungan pengetahuan. Oleh karena itu, agenda utama kaum
feminis adalah menjadi pelopor gerakan emansipatif yang berusaha menuntut
kesetaraan gender yang diakui secara universal.
Kemudian
terdapat beberapa asumsi mengenai feminism, menurut Jill
Stean terdapat
empat hal yang menjadi asumsi feminism yaitu, pertama sifat manusia menurut
feminis ialah sebuah sifat yang berubah-ubah dimana kapasitas manusia terus
berkembang melalui proses pendidikan. Kedua
dari perspektif feminism kita dapat melihat perbedaan yang kentara
antara “fakta” dengan “nilai. Ketiga
feminisme menyatakan bahwa terdapat suatu hubungan yang erat antara
pengetahuan dan kekuasaan dan antara “teori” dengan apa yang kita praktikkan
berhubungan dengan lingkungan fisik dan sosial kita. Keempat Post-strukturalis
terpisah (post-strukturalis menolak klaim universal) dimana feminism memiliki komitmen yang sama pada ide kemajuan
sosial, kebebasan, dan emansipasi kaum perempuan.
Dalam Hubungan Internasional
terdapat tiga pendekatan teoritis utama pada gender, antara lain feminimisme
liberal, feminimisme marxis atau sosialis, dan feminisme radikal, yaitu ;
Pertama adalah Asumsi dasar dari Feminisme Liberal ini
adalah bahwa kebebasan dan keseimbangan berakar pada rasionalitas dan pemisahan
antara dunia privat dan publik. Dasar dari perjuangan mereka adalah untuk
mendapatkan persamaan dan kesetaraan akan hak dan kesempatan bagi setiap
individu, terutama perempuan atas dasar persamaan keberadaannya sebagai makhluk
rasional, karena pada dasarnya, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, keduanya adalah sama. Laki-laki dan perempuan merupakan makhluk yang
sama-sama memiliki kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional. Akar
dari segala ketertindasan dan keterbelakangan perempuan itu disebabkan oleh
perempuannya itu sendiri. Namun permasalahannya adalah terletak pada produk
kebijakan yang bias gender, sehingga memunculkan gerakan-gerakan feminisme
liberal yang menuntut akan kesamaan pendidikan, kesamaan hak politik dan
ekonomi, juga disertai dengan pembentukan organisasi perempuan untuk membasmi
diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal.
Kaum feminisme liberal menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum
pria, sehingga segala kebijakan yang ada akan didominasi oleh pengaruh yang
sangat kuat dari para kaum pria tadi, sehingga seolah-olah negara itu bersifat
“maskulin”, sedangkan wanita hanya
ada “diam” dalam negara tersebut, hanya sebagai warga negara, bukan sebagai
orang-orang yang berpengaruh dalam pemerintahan, bukan sebagai pembuat
kebijakan. Dari hal tersebut pun dapat dilihat ketidaksetaraan dalam bidang
politik atau kenegaraan. Feminisme liberal pun mengusahakan untuk menyadarkan
wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan yang dilakukan oleh
wanita memperlihatkan kaum perempuan sebagai subordinat atas kaum pria, kaum
perempuan cenderung termaginalkan. Feminisme Liberal percaya bahwa kesetaraan dan
keadilan gender akan bisa dicapai dengan menghapuskan hambatan yang bersifat
regulatif (terkait dengan peraturan hukum), yang membedakan hak laki-laki dan
perempuan.[22] Ketidaksetaraan dalam bidang politik membuat mereka untuk
membuat sebuah gerakan yang memiliki tujuan untuk mengintegrasikan diri mereka
kedalam perpolitikan global disemua tingkatan.
Kedua dari kaum
feminis adalah Marxis feminisme atau historical materalism feminism.
Kaum ini mengkaitkan permasalahan yang selama ini diderita perempuan dengan
kapitalisme. Jika kaum Marxis menginginkan adanya kesetaraan antar kelas,
kaum Marxis feminis juga mengiginkan adanya kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan. Menurut kaum ini, selama ini dunia memandang remeh peran wanita yang
lemah dan tidak mampu bekerja dengan baik sesuai kebutuhan ekonomi dunia.
Wanita yang ditempatkan sebagai ibu rumah tangga dianggap memiliki pekerjaan
yang remeh dan tidak dapat dikaterogikan sebagai bentuk pekerjaan atau bentuk
produksi. Kaum ini menolak pemikiran tersebut dan memandang bahwa selama ini
peran perempuan menjadi melemah akibat adanya kapitalisme.
Ketiga, Feminist
radikal mulai berkembang
pada akhir tahun 1960- an atau awal tahun 1970-anmelihat bahwa akar penindasan
kaum perempuan oleh laki-laki berasal dari perbedaan biologis antara perempuan
dan laki-laki serta ideology patriarki. Jill Steans (1998) menambahkan bahwa
feminist radikal ini mengartikulasikan bahwa personal is political sehingga menurut perspektif ini pembebasan
perempuan tidak hanya meliputi pencapaian kesamaan dalam hak, akses pubik, dan
alat-alat produksi, namun juga melalui transformasi ranah yang paling privat
dalam hubungan antar manusia. mencoba membangun pandangannya dengan
menyatukan teori liberal dan marxis, serta mengambil beberapa sumber lainnya
seperti dimensi reproduksi kehidupan manusia yang sering dilupakan. Kelompok Feminist radikal tersebut percaya bahwa sistem
patriakilah yang menyebabkan adanya penindasan kepada kaum perempuan. Perempuan dan laki-laki di kelompokan dalam kelompok
homogen dan laki-laki memegang kekuasaan atas perempuan sehingga patriarki
menjadi fitur struktural dari semua perintah sosial.
No
|
Teori
gelombang ketiga
|
Dasar
pemikiran
|
Isu feminis
|
1
|
Feminisme post-modern
|
Seperti aliran post moderenisme menolak pemikiran
phalogosentris yaitu ide-ide yang kuasai oleh logo absolut yakni “laki-laki bereferensi
pada phallus
|
Sesuatu yang lebih dari kondisi inferioritas dan
ketertindasan tetapi juga merupakan cara berbeda, cara berpikir, berbicara,
keterbukaan, pluralitas, diversitas dan perbedaan.
|
2
|
Feminisme multikultural
|
Sejalan dengan filsafat postmodern tetapi lebih menekan
pada kajian kultur
|
Penindasan terhadap perempuan tidak hanya lewat
patriarki tetapi ada keterhubungan masalah dengan ras, etnisitas dsb. Didalam
feminisme global bukan hanya ras dan etnisitas tetapi hasil kolonialisme dan
dikotomi dunia pertama dan dunia ketiga.
|
Pada dasarnya, gender merupakan konsep budaya yang
diberikan seseorang karena ia terlahir dengan jenis kelamin tertentu. Sebagai
akibat dari suatu proses kebudayaan, maka seringkali terdapat perbedaan
perlakuan antara laki-laki dengan perempuan dalam peranan sehari-hari, yang
kemudian menjadi stereotype tertentu di dalam masyarakat. Kaum feminisme
kemudian mengembangkan konsep gender sebagai alat untuk mengenali bahwa
perempuan tidak di hubungkan dengan laki-laki di setiap budaya dan kedudukan
perempuan di masyarakat pada akhirnya berbeda-beda. maka sejak saat itu
feminist mengusungkan konsep gender
equality atau kesetaraan gender sebagai gerakan mainstream mereka. Gender di pengaruhi oleh kondisi sosial, budaya,
agama dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Gender juga tidak hanya terdiri
dari dua jenis yaitu maskulin dan feminist tetapi juga kaum homoseksual.