CHRISTIN S.B ANSANAY
1370750030
REVIEW
II
TENTANG KEAMANAN NASIONAL
Pada
era akhir 1980-an merupakan awal dari munculnya gagasan mengenai keamanan
non-tradisional (ancaman non-militer). Pengembangan keamanan tradisional
dilakukan oleh beberapa pemikir, salah satunya adalah Barry Buzan, Ia menyadari
bahwa dalam era globalisasi hubungan antar negara mendatangkan keuntungan
positif, namun sisi lain menyebabkan negara dan rakyatnya dalam keadaan bahaya.
Dalam konteks keamanan maka Buku karangan Barry Buzan tentang People, States
and Fear, secara tegas dan jelas membahas tentang individu, negara dan sistem
internasional dan menitik beratkan pada masalah keamanan nasional dalam
pergaulan internasional dan bertujuan untuk memperluas agenda keamanan suatu
negara. Meskipun dalam bukunya, Buzan mencoba memperluas agenda keamanan, namun
kecenderungan negara sentris masih tetap ada.
Selanjutnya, dalam bukunya yang kedua, Buzan memperluas apa yang dikenal
sebagai ‘referent objects’. Buzan menyatakan, “If a multisector approach to security was to be fully
meaningful, referent objects other than the state had to be allowed into the
picture.”
Barry
Buzan menawarkan sebuah agenda perluasan keamanan yang tidak hanya menempatkan
negara sebagai satu-satunya reference object, akan tetapi membagi beberapa
sektor yang kiranya membutuhkan penanganan yang lebih baik dan mengkategorikan
lingkup isu keamanan ke dalam 5 sektor, yang tiap sektornya mengindentifikasi ancaman
dari interaksi yang ada. Adapun isu yang dimasukkan Buzan seperti:
• Sektor Militer ( forceful coercion); Secara
tradisional ancaman militer merupakan prioritas tertinggi yang menjadi
perhatian dari keamanan nasional, hal ini dikarenakan ancaman militer
dengan menggunakan kekuatan bersenjata
yang dapat memusnahkan apa yang telah di capai oleh manusia. Ancaman militer juga tidak hanya
bersifat langsung, tetapi juga dapat tidak
langsung ditujukan kepada negara itu, tetapi lebih kepada
kepentingan-kepentingan eksternal yang ditujukan kepada negara itu.
•
Sektor Politik (otoritas, status pemerintah, dan pengakuan); Ancaman ini
ditujukan kepada stabilitas kinerja institusi negara. Tujuan mereka cukup luas, dari mulai menekan
pemerintah lewat kebijakan-kebijakan tertentu,
penggulingan pemerintahan, menggerakkan kekacauan. Target dari ancaman
politik ini adalah nilai-nilai negara, terutama identitas nasional, idiologi,
dan beberpa institusi yang berurusan
dengan ini. Ancaman politik juga dapat bersifat struktural, yang secara
spesifik muncul ketika terjadi bentrokan
antara dua kelompok besar dalam negara dengan pemikiran yang berbeda.
•
Sektor Ekonomi (perdagangan, produksi, dan finansial); . Masalah utama dari ide
tentang keamanan ekonomi
adalahberlangsungnya kondisi normal dari aktor-aktor pelaku pasar tanpa
gangguan persaingan tidak sehat dan
ketidakpastian. Ancaman ekonomi juga mengkaji masalah pengangguran, kemiskinan, keterbatasan
terhadap sumber daya, dan daya beli rakyat
•
Sektor sosial (collective identity); Ancaman sosial terhadap keamanan nasional
biasanya datang dari dalam
negeri.Keamanan sosial ialah mengenai ancaman terhadap keberlanjutan dari perubahan nilai, budaya, kebiasaan, identitas
etnik. Masih menurut Buzan, ancaman sosietal
dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yang secara mendasar yaitu:
ancaman fisik (kematian, kesakitan),
ancaman ekonomi (pengrusakan hak milik, terbatasnya akses lapangan kerja), ancaman terhadap hak-hak
(pembatasan hak-hak kebebasan sipil), dan
ancaman terhadap posisi atau status (penurunan pangkat, penghinaan di
depan publik).
•
Sektor lingkungan (aktifitas manusia dan the planetary biosphere) Merupakan
ancaman dari bencana alam seperti banjir, longsor, hujan badai, gempa bumi. Namun yang menjadi isu
sentral keamanan ekologi adalah masalah
aktivitas manusia yang merusak lingkungan seperti pemanasan global, efek
rumah kaca, banjir, eksplorasi sumber
daya alam secara besar-besaran dan terus menerus. Kerangka anilisis ini
memperlihatkan pergantian yang cukup berarti dari pemikiran tradisionalis tentang konsep keamanan yang
sempit, terutama ketika keamanan membawa
isu-isu non-militer sebagai fokus kajiannya. Banyaknya dimensi keamanan
nasional membawa konseptualisasi tentang
keamanan komprehensif (comprehensive security).
Pandangan yang berpijak dari anggapan bahwa keamanan nasional sebagai
sesuatu yang bersifat komprehensif
percaya bahwa keamanan nasional terdiri dari bukan hanya ancaman yang berdimensi militer, tetapi juga yang
berdimensi non-militer. Selain itu, lingkup
keamanan juga bukan hanya terbatas pada substansi kewilayahan
(territorial security) tetapi juga
menjadi isu spesifik, seperti: Keselamatan masyarakat (public safety).
Perlindungan masyarakat (community
protection). Ketertiban umum, penegakan hukum dan ketertiban masyarakat (law enforcement and good order).
Pertahanan nasional (national defence).
Pada
chapter II, Barry Buzan menyoroti tentang kemanan nasional dan sifat-sifat yang
terkandung didalamnya. Terkait dengan bagian ini kolom keamanan nasional dalam
International Encyclopedia of the Social Sciences mendefinisikan keamanan
sebagai “kemampuan suatu bangsa untuk melindungi nilai-nilai internalnya dari
ancaman luar". Tiga sifat penting dari pengertian klasik adalah: pertama,
identifikasi “nasional” sebagai “negara”; kedua, ancaman diasumsikan berasal
dari luar wilayah negara; dan, ketiga, penggunaan kekuatan militer untuk
menghadapi ancaman-ancaman itu.
Barry
Buzan mencoba menawarkan tiga landasan keamanan nasional: landasan ideasional,
landasan institutional, dan landasan fisik. Apa yang oleh Buzan dianggap
sebagai landasan fisik meliputi penduduk dan wilayah serta segenap sumber daya
yang terletak di dalam lingkup otoritas teritorialnya; landasan institusional
meliputi semua mekanisme kenegaraan, termasuk lembaga legislatif dari eksekutif
maupun ketentuan hukum, prosedur dan norma-norma kenegaraan; landasan
ideasional dapat mencakup berbagai hal termasuk gagasan tentang “wawasan
kebangsaan”. Dalam konteks seperti itu, kalaupun keamanan nasional akan di
identifiskasi sebagai “keamanan negara” - dengan asumsi bahwa negara tidak lagi
menghadapi gugatan atas legitimasinya - maka ia perlu mengandung
sedikit-dikitnya tiga komponen: kedaulatan wilayah, lenbaga-lembaga negara
(termasuk pemerintahan) yang dapat berfungsi sebagaimana mestinya; dan
terjaminnya keselamatan, ketertiban serta kesejahteraan masyarakat.
Keamanan
secara umum sebagai upaya untuk mempertahankan wilayah kedaulatan serta upaya
untuk memproteksi terhadap nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Pada
prakteknya, negara sebagai unit yang bersifat heterogen senantiasa bertindak
serta berperilaku mengejar kepentingan nasional diatas segalanya. Negara akan
bekerjasama lebih karena dilandasi terhadap kepentingan dirinya sendiri
Dalam
kerangka kepentingan nasional meliputi kepentingan ekonomi, politik, social,
budaya, pertahanan keamanan dan kedaulatan wilayah., ancaman ini merupakan
ancaman paling besar saat ini. Hal ini dapat dilihat dalam liberalisasi bidang
ekonomi dengan semakin kecilnya peran Negara dalam kegiatan ekonomi, dan
ancaman ekologis (pembakaran hutan, asap akibat kebakaran hutan, dan
lain-lain). Ancaman-ancaman tersebut telah menjadi isu global, sehingga
hubungan internasional pun diarahkan pada Upaya pemeliharaan perdamaian dunia
yang meliputi penyelesaian konflik secara damai dan perjanjian damai.
Dalam
buku The Evolution of International Security Studies, Barry Buzan dan Lene
Hansen mengetengahkan empat pertanyaan yang akan secara implisit ataupunn eksplisit
menjadi perdebatan dalam ranah studi keamanan.
Pertanyaan
pertama adalah apakah tetap memberikan keistimewaan kepada negara sebagai
satu-satunya referent object. Keamanan menurut Buzan dan Hansen adalah
merupakan upaya untuk mengamankan sesuatu: apakah itu negara, individu,
kelompok etnik, lingkungan hidup atau bahkan keberlangsungan planet bumi itu
sendiri.
Pertanyaan
yang kedua, apakah juga menyertakan ancaman yang datang dari dalam serta
ancaman yang datang dari luar. Hal ini penting mengingat keamanan senantiasa
terikat kedalam perdebatan menyangkut kedaulatan negara serta menyangkut
menempatkan ancaman dalam relasinya dengan batasan teritorial. Baik hubungan
internasional ataupun studi keamanan saat ini sedang menghadapi tantangan
dimana globalisasi telah mengaburkan atau bahkan meniadakan batasanbatasan
menyangkut pembedaaan antara ancaman yang datang dari dalam ataupun ancaman
yang datangnya dari luar.
Pertanyaan
ketiga adalah, apakah memperluas keamanan dari sekedar sector militer dan
penggunaan kekuatan militer. International Security Studies (ISS) yang
ditemukan pada saat perang dingin berlangsung dimana pada masa itu diliputi
oleh penguatan kapabilitas militer (baik konvensional ataupun nuklir) keamanan
nasional kemudian bersinggungan dengan sektor militer dan penggunaan kekuatan
militer. Seiring berkembangnya ISS, perluasan sektor termasuk didalamnya sektor
ekonomi, sosial, kesehatan, lingkungan hidup, pembangunan dan gender.
Pertanyaan
keempat adalah, melihat apakah keamanan memiliki keterikatandengan ancaman yang
dinamis, bahaya serta urgensi. Pada masa perang dingin konsep keamanan nasional
dibangun dalam iklim politik dimana Amerika Serikat dan barat secara lebih
luas, menganggap dirinya terancam oleh kehadiran pihak musuh. Keamanan
selanjutnya berkaitan dengan upaya menyerang, penaklukan,
dominasi,penghancuran.
Keamanan
menurut Buzan dan Hansen menjadi semakin jelas berkaitan dengan tujuan politik
serta norma dalam mendefinisikan keamanan sebagai sebuah konsep. Keamanan akan
selalu menjadi konsep yang “memiliki garis penghubung”serta berkaitan dengan
referent object secara khusus, lokasi eksternal ataupun internal, juga kepada
satu atau beberapa sektor yang khususnya berkaitan dengan cara pandang dalam
politik.
Memasuki
era 1990-an sebagai babak baru dari perkembangan relasi antar aktor hubungan
internasional dimana negara sebagai aktor utama diikuti oleh aktor - aktor non
negara yang semakin meningkat peranannya membuat keamanan dalam konteks isu
menjadi kian dinamis pula. Peningkatan jumlah korban yang terjangkit virus HIV
AIDS, degradasi lingkungan yang ditandai oleh semakin meningginya permukaan air
laut, kerusakan hutan, penipisan lapisan ozon atau terjadinya perang saudara,
krisis politik yang berimplikasi terhadap semakin menguatnya fenomena migrasi
manusia dari satu negara kenegara lain adalah deretan dari isu-isu baru yang
mengemuka pada media 1990an. Semakin bervariasinya ancaman mungkin dapat
dikatakan sebagai salah satu faktor yang membuat konsep keamanan perlu
dilakukan perluasan. Buzan dan Hansen pun kemudian mengetengahkan lima faktor
yang mempengaruhi terciptanya evolusi studi keamanan. (Buzan dan Hansen menggunakan istilah International
Security Studies) kelima faktor ini adalah great
power politics, technology, event, academic debate, Institutionalisation.
Kelima
faktor diatas menurut Buzan dan Hansen menjadi rujukan bagi terciptanya evolusi
dibidang studi keamanan.
Great Powers Politics,
menurut Buzan dan Hansen telah membingkai relasi antar negara. Rivalitas antar
Amerika Serikat dan Soviet mendominasi studi keamanan selama hampir empat puluh
tahun. Selama kurun waktu empat puluh
tahun, studi keamanan nampak jelas sangat dipengaruhi oleh relasi kedua negara
besar ini. Relasi keduannya sangat mempengaruhi stabilitas dunia pada era
perang dingin lalu.
Technology,
perkembangan teknologi yang semakin meningkat pesat juga memiliki kontribusi
terhadap evolusi ini. Peningkatan teknologi dalam sektor militer menjadi
sesuatu yang tidak dapat terbantahkan. Dari perkembangan akurasi, teknologi
alat angkut yang dikembangkan untuk memfasilitasi peluncuran senjata nuklir
yang semakin hari semakin canggih. Namun jika berkaca dari fenomena 9/11 serta
lingkungan hidup, teknologi menjadi begitu sentral baik dalam konteks ancaman
ataupun bagaimana mencari solusi terhadap ancaman lingkungan hidup dan fenomena
9/11 .
Events,
menurut Buzan dan Hansen, sebuah fenomena dapat mempengaruhi relasi antar
negara yang memiliki powers namun juga mempengaruhi penggunaan paradigma untuk
mengamati fenomena tersebut.
Academic Debate,
dalam ilmu sosial menurut Buzan menginterpretasikan suatu permasalahan dapat
bernuasa normative ataupun analitis. Faktor selanjutnya adalah
Institutionalisation.
Institutionalisation
menjadi salah satu faktor menunjang terjadinya evolusi dalam studi keamanan.
Buzan dan Hansen mengambil contoh fenomena munculnya institusi, seperti think
tank, lembaga-lembaga riset seperti COPRI, program-program studi baru yang
bermunculan di Universitas-universitas serta beberapa jurnal yang memiliki
spesifikasi tertentu dalam upayanya menjawab fenomena munculnya isu-isu baru
yang berkembang dalam ranah studi keamanan. Selama ini konsep keamanan Amerika
Serikat masih tetap diwarisi oleh konsep keamanan warisan perang dingin dimana
ancaman dipersepsikan dengan datangnya serbuan atau gerak militer dari negara
lain. Amerika Serikat denganmkedigdayaan militer dan anggaran militer yang
besar logikanya memang mampu memberikan rasa aman bagi kedaulatan wilayah serta
masyarakat yang hidup didalamnya.
konsep keamanan yang diusung oleh Copenhagen School
sebagai school of thought yang telah mengembangkan teori keamanan dalam tradisi
konstruktivis. Perdebatan menyangkut apakah perluasan keamanan (Broader conseption of Security) antara
para penganut keamanan tradisional serta para penganut keamanan non tradisional
(Copenhagen School) menyangkut
persepsi keamanan apa yang disebut Barry Buzan sebagai referent object of
security: Keamanan bagi siapa, aman dari
apa, dan siapa yang mendefinisikan keamanan? Apakah keamanan itu adalah
keamanan nasional yang secara sempit diartikan sebagai keamanan negara (state security) ataukah keamanan seluruh
entitas politik di bawah negara: individu, kelompok, dan seluruh elemen
masyarakat? Juga, apakah keamanan tersebut diartikan sebagai aman dari ancaman
militer atau ancaman-ancaman lain yang lebih luas? Pengabaian terhadap perlunya
perubahan fokus ancaman keamanan dari bingkai persaingan Timur dan Barat dalam
kerangka keamanan dan ancaman militer justru akan membuat negara (dalam hal ini
Amerika Serikat) mengalami kesulitan dalam menghadapi perubahan konstalasi
politik internasional paska perang dingin.
Penyerangan
9/11 secara jelas menggambarkan bahwa ancaman tidak hanya datang dari institusi
Negara namun juga mungkin datang dari konteks aktor-aktor non Negara yang tidak
memiliki wilayah territorial. Kapabilitas militer ternyata tidak mampu berbuat
banyak dalam rangka menangkal masalah keamanan yang semakin modern serta
penyerangan teroris yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Barry Buzan
menawarkan sebuah agenda perluasan keamanan yang tidak hanya menempatkan negara
sebagai satu-satunya reference object, akan tetapi membagi beberapa sektor yang
kiranya membutuhkan penanganan yang lebih baik.
Kesimpulan:
Dengan
demikian menurut Barry Buzan dalam buku People, State and Fear secara umum
menyatakan bahwa ada tiga actor utama yang berperan penting dalam ancaman
terhadap suatau Negara yakni, Rakyat, Negara dan Sistem Internasional. Rakyat
dapat saja menjadi korban perang, atau objek perang tetapi juga memegang peran
penting sebagai bagian dari komponen pertahanan dalam menghadapi musuh Negara
lain. Selanjutnya pemerintah selain melindungi rakyat dari ancaman musuh juga
seringkali Negara dengan elit pemimpinnya yang otoriter juga dapat saja menjadi
ancaman bagi masyarakat dan demikian pula ancaman Negara khususnya dari
musuh-musuh Negara lain. Dalam sistem internasional ancaman terhadap negara
tidak hanya dalam bentuk ancaman militer namun juga ancaman ekonomi dan politik
internasional.
Keamanan
menurut Buzan dan Hansen menjadi semakin jelas berkaitan dengan tujuan politik
serta norma dalam mendefinisikan keamanan sebagai sebuah konsep. Keamanan akan
selalu menjadi konsep yang “memiliki garis penghubung”serta berkaitan dengan
referent object secara khusus, lokasi eksternal ataupun internal, juga kepada
satu atau beberapa sektor yang khususnya berkaitan dengan cara pandang dalam politik.
Buzan juga menyoroti tentang ancaman suatu Negara yang disebabkan karena sistem
politik internasional suatu Negara dan sistem Politik Internasional. Dalam
konteks politik internasional pengalaman pada perang dunia ke dua dan juga
perang dingin yang menciptakan polarisasi ideology dunia menyebabkan banyak
Negara mengalami chaos atau anarkis di dalam negaranya akibat konspirasi yang
diciptakan oleh aktor-aktor yang bermain dalam perang dingin.
Salah
satu masalah utama yang di hadapi suatu Negara dalam merumuskan strategi
keamanan nasional adalah penetapan peran yang harus di jalankan angkatan
bersenjata Negara. Kajian-kajian keamanan (security) cenderung sebagai konsep
induk dan meletakan pertahanan (defense) sebagai salah satu dimensi dari konsep
keamanan. Seperti yang di katakana buzan bahwa keamana berkaitan dengan kelima
sector utama yaitu: militer, politik, ekonomi,
sosial dan lingkungan hidup. Jika melalukan perluasan dimensi keamanan maka harus di sertai dengan usaha untuk
meakukan rekontruksi aktor keamanan. Secara tradisional, kajian keaman
menempatkan Negara sebagai aktor utama yang di dasari pada prespektif realis
yang mengasumsikan bahwa masyarakat membutuhkan Negara yang berperan seperti
monster untuk mengurangi kemungkinan terjadinya konflik antar manusia, hal ini
terjadi karena menggunakan kekuatan (power) mengarah kepada pembentukan sistem
yang anarki. Karena itu Negara harus diberikan wewenang untuk memonopoli
akumulasi power (militer). Hak yang di berikan secara politisi kepada aktor militer
sehingga ia muncul sebagai illegal dan tumbuh menjadi kekuatan professional
yang dapat membuat komponen-komponen masyarakat tunduk kepada aturan-aturan
ketertiban yang dibuat oleh Negara.
Perluasan
konsep dan aktor keamanan ini sebenarnya merupakan gagasan dari kaum
kontruktivism(contrutivist) yang
mengembangkan critical security studies yang memandang konsep keamanan sebagai
suatu konsep yang fleksibel yang tergantung dari securitization yang di lakukan
actor keamanan terhadap objek keamanan. Tetapi konstribusi penting kaum
kontruktivis yang di berikan oleh Barry Buzan
untuk memperingati para pembuat kebijakan untuk tidak terburu-buru
mengeskalasi suatu isu keamanan. Suatu isu hanya dapat di kategorikan sebagai
isu keamanan jika isu tersebut menghadirkan ancaman nyata (existential threats) terhadap kedaulatan dan keutuhan teritorial
Negara.
Isu
keamanan juga hanya di tangani oleh actor militer , jika ancaman muncul
disertai dengan aksi kekerasan bersenjata dan telah ada kepastian bahwa Negara
telah mengeksplorasi semua kemungkinan penerapan strategi non kekerasan. Dan
metode ini dapat di terima untuk menjalankan
strategi keamanan nasional. Strategi keamanan merupakan bagian dari
konsep responsibility sponsibility to protect terutama berkaitan dengan konsep
responsibility to react. ICISS mengetahui bahwa kewajiban Negara untuk melakuka
tanggapan dapat melibatkan operasi militer. Namun, ICISS menekan bahwa operasi
militer hanya dapat di lakukan untuk kasus-kasus khusus dan jelas yang
menunjukan adanya poteni eskalasi kearah terjadinya kekerasan bersenjata
massal. Operasi militer untuk mengimplementasikan konsep responsibility to
react harus menjadi bagian dari strategi keamanan nasional yang peka terhadap
isu human security.
Konsep
‘keamanan’ merupakan wacana dari keamanan nasional yang memiliki penekanan pada
pihak yang memiliki otoritas yang mengkonstruksi ancaman atau musuh, yang
memiliki kemampuan untuk membuat keputusan dan melakukan penerapan tindakan
darurat. Jadi, aktor keamanan memiliki kekuatan diskursif dan politik untuk
melakukan securitize terhadap suatu isu ktor keamanan melakukan sekuritisasi
untuk menghilangkan suatu ancaman yang sifatnya non-tradisional; lingkungan,
ekonomi, kemiskinan, Perubahan eskalasi yang dilakukan aktor untuk merubah isu
non-keamanan menjadi isu keamanan dilakukan melalui proses sekuritisasi.
Terkait dengan hal ini, Buzan menyatakan bahwa: “traditionally, by saying “security,” a state representative declares an
emergency condition, thus claiming a right to use” whatever means are necessary
to block a threatening development.”
Dari argumen Buzan dapat terlihat bahwa negara
merupakan aktor dalam proses sekuritisasi. Negala berhak melakukan sekuritisasi
untuk melakukan tindakan terhadap suatu ancaman. Terdapat beberapa hal yang
perlu untuk diperhatikan ketika negara melakukan proses sekuritisasi.
· Proses
sekuritisasi; aktor melakukan identifikasi terhadap suatu isu (politik atau
non-politik) yang tujuannya merubah isu tersebut menjadi isu keamanan. Aktor
yang melakukan sekuritisasi disebut sebagai securitizing actors . Aktor
didefinisikan oleh Buzan sebagai, “ who
securitize issues by declaring something – a referent object – existentially
threatened.”
· Referent
object disini adalah suatu objek (negara atau masyarakat) yang dipandang secara
eksistensial terancam dan harus diamankan. Pertanyaan selanjutnya apakah hanya
negara yang merupakan aktor tunggal dalam melakukan sekuritisasi? Menurut Buzan
‘tidak’, pada prinsipnya sekuritisasi dapat dilakukan oleh siapapun. Akan
tetapi, pada praktiknya, tindakan sekuritisasi cenderung dilakukan oleh
pemimpin politik, birokrasi, pelobi, kelompok oposisi, serta kelompok
organisasi lainnya. Aktor melakukan sekuritisasi apabila suatu isu dinilai
sangat mendesak. Terdapat beberapa klasifikasi isu, seperti: Pertama, isu
publik ( non- politicized ) dimana negara tidak mengambil tindakan terhadap isu
tersebut. Kedua , politisasi, dimana isu yang ada dimasukkan negara sebagai
input dalam suatu kebijakan . Ketiga, sekuritisasi, dimana negara menangani isu
melalui tindakan cepat dan bahkan “melanggar” aturan hukum yang ada. Buzan
memposisikan sekuritisasi sebagai: “
Security is the move that take politics beyond established rules of the game
and frames the issue either as a special kind of politics or as above politics. Securitization
can thus be seen as a more extreme version of politicization.”